N u r y a n i
Hari Jumat atau bertepatan dengan tanggal 13 Maret 2020, saya dan keluarga besar FTIK IAINTA berangkat ke Probolinggo untuk melaksanakan agenda Rapat Kerja (Raker). Tidak seperti biasanya, hari ini saya harus berangkat dari rumah lebih pagi, yaitu pukul 06.20. Saya meluncur berkecepatan antara 50-60 km/jam dengan motor Honda bebek 125 hitam merah menuju kampus IAINTA. Dari balik awan mendung, terlihat matahari masih malu-malu untuk menampakkan cahayanya. Karena itulah, walupun suasana pagi ini cukup ceria, namun tidak bisa dinikmati seutuhnya. Setelah tiba di kampus, terlihat 4 mobil putih telah berbaris rapih di halaman gedung rektorat. Setelah menunggu beberapa lama, para pesertapun menaiki mobil. Pelan-pelan 4 mobil Hiace putih itu pun meninggalkan halaman kampus diiringi doa dan harapn semoga para peserta Raker dapat sampai di lokasi dengan selamat dan sehat semua.
![]() |
| Jabal Bromo |
Al-hamdulillah, akhirnya mobil yang kami naiki sampai di lokasi Raker setelah melewati jalan yang cukup panjang dan menantang. Subhanallah…sontak saya terkagum-kagum dengan keindahan alam di lokasi ini. Sejatinya saya belum mengetahui jika villa atau hotel yang dijadikan base camp peserta Raker berhadapan langsung dengan lokasi wisata gunung Bromo. Hotel yang bernama Lava View Lodge terletak di cemorolawang, Sukapura Probolinggo Jawa Timur ini memang lumayan strategis untuk acara rapat. Di samping memanjakan peserta rapat dengan views yang amat eksotis juga akan menjadi obat lelah dan pelipur lara. Walaupun sudah lama saya menjadi warga FTIK, tetapi baru kali ini berkesempatan mengikuti raker di lokasi yang lumayan istimewa.
Setelah agenda pembukaan, acara dilanjutkan dengan evaluasi program kerja dan kegiatan FTIK 2019. Ada beberapa catatan penting dalam rapat ini yang bisa saya rekam, diantaranya: (1) Kegiatan diskusi ilmiah antar dosen dan mahasiswa supaya dimaksimalkan , (2) Kegiatan rumpun dosen belum berjalan sebagaimana mestinya, (3) membnagun dan meningkatkan excelensi masing-masing prodi, (4) membuka pintu kerjasama kembali dengan beberapa lembaga dalam kegiatan magang I & II untuk priode ke depan, (5) Dokumen UAS meliputi: online (diinput ke SIAK) & offline, (6) Laporan kegiatan belum megikuti sistematika yang standar, (7) Taracer Study diadakan srtiap tahun, (8) Mahasiswa yang sudah alumni, tetapi nama-nama mereka masih muncul di PDPT, (9) membuat skala prioritas, (10) acuan kelulusan mahasiswa: bila telah melakukan validasi ke BAK pusat.
Jam sudah menunjukkan pukul 23.30, tetapi acara masih berlanjut. Jangan ditanya pada saat itu, bagi peserta yang tidak terbiasa begadang seperti saya akan menjadi cobaan berat untuk menahan kantuk. Raker evaluasi program kerja & kegiatan FTIK tahun 2019 baru berakhir sekitar pukul 24.00. Selanjutnya, saya bergegas memasuki kamar BT01. Selepas bersih-bersih di kamar mandi, saya mengenakan perangkat tidur ala Bromo termasuk menggulung diri saya dengan dua lapis selimut tebal lalu merebahkan badan di atas kasur yang lumayan empuk. Agak berjarak, ketiga kawan saya juga menenggelamkn dirinya di dalam selimut yang mirip sleeping bag. Bahkan ada yang hanya menyisakan wajahnya sementara tubuhnya ada yang nampak mengigil. Itu dimaklumi, mengingat suhu udara di kamar ini mencapai sekitar 12-14 Co. Rasa kantuk yang teramat hebat membuat mereka tak berdaya dan akhirnya tertidur pulas.
Pukul 03.18 saya terbangun. Walaupun terasa cukup berat, saya bergegas ke kamar mandi dan berwudlu. Saya bermunajat dan memohon ampun serta berdoa semoga diselamatkan dari segala penyakit dan berdoa untuk kelancaran acara Raker serta kesuksesan putri saya yang sedang mengikuti ujian lisan di pondok. Ini adalah bentuk tirakat, tanggung jawab dan ikhtiyar saya terhadap keluarga saya termasuk keluarga besar FTIK- IAINTA tercinta.
Selepas sholat subuh berjama’ah, seperti yang pernah saya lakukan di raker lainnya, saya dan seorang sahabat saya berazam untuk berolahraga ringan di sekitar area hotel sekedar menghangatkan badan. Suasana hotel sangat dingin. Hawa dinginnya juga menyelimuti dan memeluk tanah cemorolawang dan wilayah Bromo. Rasa dingin itu pun menyergapku, walaupun seluruh angota badan ini sudah ditutupi baju berlapis-lapis, sarung tangan, penutup kepala dan kaos kaki serta dibungkus jaket . Cahaya remang-remang yang memancar dari lampu-lampu hotel cukup membantu menunjukkan saya untuk menapaki jalan setapak ke arah bawah hotel. Setelah berlari-lari kecil kearah selatan dan mengambil beberapa gambar dengan latar Bromo, tepat pukul 06.30 Kami melanjutkan berjalan kaki dan terkadang berlari-lari kecil menuju arah utara hotel.
Pada awalnya, Kami menyusuri jalan sedikit menanjak dan setelah mencapai 1 km jalan mulai menurun. Kami sangat menikmati jalan-jalan sehat ini. Tanpa disadari jarak kami semakin mendekat dengan area gunung Bromo. Akhirnya, kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan dan mendekati Bromo sedekat-dekatnya. Setelah berjalan dan berlari sekian lamanya (sekitar 1 jam 15 menit), termasuk mengambil gambar di titik yang dianggap keren, akhirnya saya dan mas Ali, sahabat saya sampai juga ke gunung Bromo. Kami hanya sempat menikmati keindahan Bromo dari dekat selama kurang lebih 15 menit, sebagian besar waktu kami habiskan untuk perjalanan menuju ke gunung itu. Maklum, kami menempuhnya hanya dengan berlari dan berjalan kaki.
Waktu masih pagi dan memang saat yang tepat untuk melihat gunung karena pandangan tidak terhalang oleh biasnya sinar matahari. Di kawasan gunung Bromo ini, ada hamparan padang pasir yang cukup luas. Terlihat juga Gunung Batok yang berdiri gagah tepat di sampingnya. Hmm…”Rabbana maa kholaqta haadza baathila“….sungguh pemandangan yang membuat hati saya berdecak kagum. Hati ini tidak berhenti memuji-Nya. Walaupun hawa dingin masih terasa menusuk tulang-tulang di seluruh tubuh, saya tak memperdulikannya. Keindahan alam ini sudah menyihir dan membawa saya kepada kesimpulan bahwa inilah yang oleh urang sunda disebut GUru NU AguNG. Atau seperti kata orang Minang, alam terkembang menjadi guru. Sedangkan orang jawa melihat bahwa puncak gunung dianggap tempat yang yang paling tinggi dan paling dekat dengan dunia diatas (‘arsy). Ini mengandung makna, bahwa gunung dan alam raya memiliki posisi religius dalam sistem kehidupan masyarakat Indonesia, hususnya suku Sunda, Jawa dan Minang. Juga adanya relasi yang kuat antara alam kodrati (dunia ini) dengan alam adikodrati (alam ghaib/akhirat). Alam yang terhampar ini, termasuk gunung adalah jalan untuk mendaki dan menaiki tangga-tangga ma’rifat kepada Sang Khaliq. Wa Ila al-Jibaali kayfa Nushibat? Di balik gunung ada kekuatan supranatural yang menciptakannya.
Jika memandang kehebatan alam ini, seakan Bromo mengajarkan kepada kita agar jangan berlaku sombong. Merasa diri ini paling hebat dan kuat. Karena seberapa kuat dan hebat diri kita, masih terlihat kecil dan lemah jika dibandingkan kekuasan-Nya. Bromo adalah rahmat-Nya yang diturunkan untuk makhluq di bumi. Ia adalah pasak yang menjaga bumi agar tidak goncang. Bromo adalah guru yang diciptkan langsung oleh sang Maha Guru (Allah SWT). Lewat Bromo kita diminta banyak membaca gerak-gerik alam dan tanda-tanda Tuhan penguasa alam. Dengan demikian, akan muncul keseimbangan sikap dan akhlaq kita terhadap kehidupan makrokosmos (alam supranatural) dan mikrokosmos (alam wujud). Jika telah tumbuh sikap rahmah kita terhadap alam dengan menjaga kelestariannya, akhirnya rahmat-Nya akan diturunkan dan menyelimuti kehidupan di sekitarrnya. “Hal Jazau al-Ihsan Illa al-Ihsaan”. Berbuat baik dan adil, yakni memelihara relasi positif dengan alam akan menuai kebaikan dari khaliq al-‘alam.
Banyak nilai-nilai kebaikan yang bisa dipetik dari ayat Allah yang bernama gunung itu. Diantaranya jika ingin hidup sukses lahir batin, termasuk ingin menjadi pemimpin yang ideal, maka selayaknya banyak belajar dari fenomena gunung. Dari gunung, bisa diambil beberapa pelajaran, antara lain: (a) Tetap pendirian (istiqomah). Artinya, tidak ada yang mampu memalingkan dirinya dari berbuat baik. Seperti gunung yang tidak gentar oleh tiupan angin badai sekalipun. Ia tetap rajin beribadah di saat lingkungan kurang mendukungnya. Ia teguh megang janji untuk menyelesaikan membaca satu buku, di saat rasa kantuk menyerang kedua matanya. Ia tak bergeming untuk menyisihkan dan meberikan uang saku setiap bulan kepada ibunya, padahal sistem pertahanan keuanganya lagi rapuh. Ya, istaqaama, yastaqimu, istiqamah, artinya berusaha menjaga amalnya tetap lurus, tidak berubah karena adanya tantangan dan godaan; (b) Memberi kehidupan orang yang berada di sekitarnya (an-Naafi’u li al-Ghoir). Perhatikan dengan sekasama, masyarkat yang hidup di sekitar gunung akan mengambil banyak manfaat: baik ekononis, sosial, budaya dan agama. Oleh karna itu, manusia harus menjadi hamba terbaik yang dapat memberi banyak manfaat bagi orang lain(anfa’auhum lin an-Nas); (c) Berwibawa dan mempesona (Dzu al-Muru’ah wal al-Haibah). Di samping sebagai simbol percaya diri, gunung adalah pendengar terbaik segala keluhan, sandaran terbaik bagi yang merasah lemah dan obat terbaik bagi yang merasa lara. Banyak orang datang hanya ingin melihat kemolekannya, keindahan rupanya. Gunung selalu menjaga penampilannya, agar orang yang memandang merasa tenang, bahagia dan ceria. Apalagi bagi pendaki, keelokan alam gunung akan benar-benar memberi suntikan energi. Selain membutuhkan kekuatan fisik yang baik, pendaki juga perlu good mood dan itu bisa diperoleh dari keindahan gunung. Menjadi pendidik juga membutuhkan teladan seperti yang dicontohkan gunung ini; (d) Berbuat dengan maksimal (al-‘amal al-mutqin). Orang atau pemimpin yang hebat selalu berusaha maksimal untuk menggapai puncak sukses. Banyak para pendaki yang belum merasa bangga jika belum menundukkan puncak gunung. Puncak gunung adalah simbol dan cita-cita agar manusia slalu berusaha menjadi yang terbaik dalam hidupnya; (e) Semakin tinggi semakin mengerucut (al-Tawaadlu’). Artinya, semakin tinggi kedudukan dan pangkat seseorang hendaknya tidak membuat dia sombong. Semakin pandai dan tingi ilmunya, ia semakin merendah, merasa semakin kecil dan takut akan kebesaran-Nya. Yang besar hanya Allah. Kesombongan hanya milik Allah, al-Jabbaar-al-Mutakabbir.
Akhirnya, gunung Bromo diam wujudnya tetapi dia bergerak dan sejatinya menyampaikan ayat-ayat atau pesan-pesan spiritual. Dari gunung kita belajar tentang Tuhan. Dari gunung, Allah menjadikan area strategis untuk menyampaikan risalah suci-Nya. Bukankah gunung Sinai (jabal Musa) menjadi lokasi Nabi Musa selama 40 malam untuk menerimaTaurat dan mempelajarinya? Gunung ini terjal dan berbatu serta berhawa cukup dingin. Dan akhirnya Taurat menjadi hidayah, petunjuk jalan bagi Bani Israil yang saat itu gemar menyembah patung sapi dari emas. Demikian juga Nabi kita al-Musthofa menerima wahyu Allah di gua Hira yang lokasinya bearada di Jabal An-Nur yang terletak lima kilometer dari masjidil Haram. Walaupun gunung ini tidak terlalu tinggi, namun medannya cukup berat dan terjal. Masih banyak lagi ayat-ayat tentang gunung yang Allah jadikan untuk mengingatkan kami tentang qudrat-Nya dan menjadikannya sebagai sarana pendakian spiritual: ada gunung pelangi (QS. Al Fathir (35):27), gunung berjalan, tidak diam(QS. An Naml (27):88), gunung sebagai pasak bumi (QS. An-Naba (78):6-7) agar bumi tidak goncang dan lainnya. Makannya Ketika tiba di hamparan pasir Bromo tepat jam 7 pagi akupun update status: “al-hamdulillah, Subhanallah…akhirnya kutemukan jejak-Nya di sini. Bromo 14 Maret 20”.
Tulungagung, 15-17 Maret 2020
Al-faqiir
Nuryani Mansur

Komentar
Posting Komentar